Catatan Perjalanan Solo Riding Jogja-Manado Naik H-D WL 1945 Cosmas Lili Sudrajat

0
Solo Riding Jogja-Manado
Cosmas Lili Sudrajat melakukan solo riding Jogja - Manado naik HD WL 1945. Foto: Dok.Pribadi

NaikMotor – Setelah melakukan perjalanan Jogja – Flores seorang diri pada awal tahun lalu, kembali Cosmas Lili Sudrajat melakukan perjalanan solo riding Jogja–Manado naik H-D WL 1945 pada Juli kemarin. Kami akan buat bersambung perjalanannya.

Untuk menghadapi perjalanan solo riding Jogja–Manado, Cosmas Lili Sudrajat mempersiapkan H-D WL 1945 pada 15 Juli 2019 dengan mengganti kampas rem  yang sudah aus serta  memperbaiki baut as roda belakang yang dol di tukang bubut. Tidak lupa untuk membawa perlengkapan selama berkendara, ia membetulkan tas bagasi ( tas kulit ) di tukang sol sepatu.

Sehari kemudian, Cosmas Lili Sudrajat melakukan pengujian  dengan membawa motornya ke Sleman khususnya mengetes dynamo aki pengisian. “Test ride lancer, tapi sepertinya dinamo pengisian kurang bagus karena  lampu meredup saat rpm rendah. Hmm jadi agak ragu-ragu, karena untuk motor H-D type WL ini aki adalah nyawa untuk sistem pengapian, jadi dinamo pengisian aki mutlak harus sehat,” tukasnya.  Karena ragu, diputuskan untuk mengganti dinamo pengisian dengan backup dinamo yang ada, terpaksa bongkar mesin lagi, termasuk mengganti lampu  halogen dari motor Indian serta membereskan barang-barang bekal di tas. Perjalanan solo riding Jogja-Manado pun siap dimulai…

17 Juli 2019. Perjalanan Jogja-Surabaya yang penuh drama.

Pukul 3: 30 bangun dan motor dikeluarkan, diengkol dan nyala, tapi hanya sebentar, setelah itu nggak mau nyala lagi… aki tekor!!! Gawat nih… tetep semangat, masuk garasi lagi, charge aki 5 menit dan hidupkan motor.. nyala, langsung deh tancap gassss. Setelah riding beberapa saat, masalah lain timbul, setiap rpm agak rendah lampu meredup, indikasi aki akan tekor. Ternyata lampu hallogen yang terpasang watt nya terlalu besar. Kira-kira 10 km dari rumah, di daerah Prambanan, masalah lain timbul. Silencer knalpot lepas! Berhenti sejenak diperbaiki, kelar dan lanjut gass.

Kira-kira di daerah Ceper Klaten, knalpot lepas lagi, kali ini lepas termasuk clamp pengikatnya. Kelar beresin knalpot, coba nyalakan motor…. diengkol berkali kali tetap nggak mau  karena aki tekor. Akhirnya didapatlah kabel yang dipakai untuk menggantung kandang burung di dekat warng tempat istirahat , terlihat kabel itu tak sempurna . Setelah mendapat kabel itu, lalu saya minta ijin ke pemilik Honda Beat yang terparkir disitu untuk membuka cover aki agar saya bisa jamper aki dari motornya dan bereslah masalah.

Perjalanan dilanjutkan, kira-kira 5 km perjalanan, knalpot kembali lepas, saya hentikan motor dan saya putuskan untuk sementara waktu melanjutkan perjalanan tanpa menggunakan silencer kenalpot sambil menunggu toko besi buka. Jadilah perjalanan Kartasura hingga Ngawi tanpa knalpot. Kira-kira pukul 8: 30 saya sampai di Ngawi  untuk mencari  kawat di toko bahan bangunan dan memasangnya.

Pukul 11:00, sampailah saya di Jombang, berhenti di pom bensin sekaligus mengececk level oli mesin dan oli gearbox. Saya baru nyadar, tas kulit sebelah kiri yang berisi baju dan perlengkapan pribadi hilang..!! jatuh entah dimana. Berhubung waktu yang semakin mepet dengan keberangkatan kapal dari Surabaya ke Makassar, diputuskan utuk tidak mencari dimana tas itu jatuh.

Perjalanan dilanjutkan, dan sampai pukul 1:30 di jalan Ahmad Yani Surabaya untuk booking tiket dan makan siang sebelum menuju  Tanjung Perak.  Tidak lupa membeli perlengkapan pribadi yang hilang di tas  serta tas ransel di salah satu mall di sekitar situ. Msalah lagi, ATM hilang… hadeh… rupanya tertinggal di minimarket.

Kapal Dharma Rucitra VII yang akan membawa saya dari Surabaya menuju Makassar berangkat sekitar pukul 17.00.

18 Juli 2019 . Menikmati perjalanan di Kapal Surabaya-Makassar

Pukul 4 pagi saya terbangun, masih ada sinyal hp artinya saya masih dekat dengan daratan. Usut punya usut ternyata kapal baru start dari Surabaya jam 1 dini hari, artinya mundur 7 jam dari jadwal keberangkatannya yang seharusnya jam 6 sore.

19 Juli 2019. Tiba di Makassar dan bertemu teman-teman sehobi motor tua.

Kira-kira pukul 1 siang, kapal merapat di pelabuhan, sampailah kita di Makassar. Dari kapal sudah terlihat teman-teman dari MACI Makassar menunggu di pelabuhan. Duh bahagianya, kamipun bertemu dan saling berpelukan. Mereka sangat senang atas kedatangan saya, mungkin dikarenakan tak banyak rekan-rekan motor tua yang riding ke makassar/Sulawesi. Langsung deh dari pelabuhan kita menuju Jalan Onta Lama untuk makan siang dan menimati makanan khas Makassar, Pallubasa.

Kelar dari belanja barang-baranf kebutuhan, kita pindah tempat kongkow ke salah satu sesepuh Motor Tua di Makassar, makin ramai saja teman-teman berkumpul. Mereka sangat antusias dan support untuk melengkapi barang yang saya butuhkan, seperti sambungan rantai, simcard Telkomsel, ataupun karet pengikat bagasi.

20 Juli 2019. Indahnya Makassar-Tana Toraja

Pagi itu, setelah mengambil sambungan rantai di tempat salah seorang teman ( om Zet ), maka pukul 06:00 saya start meninggalkan Makassar. Sepanjang perjalanan saya sangat senang, jalan mulus dan hamparan sawah hijau di daerah Maros sungguh memanjakan mata kita, Indonesia memang kaya! Sekitar jam 10:30 saya berhenti di perbatasan masuk ke kota Pare Pare. Disini saya bertemu dengan sekumpulan remaja penggemar Yamaha Vixion. Senang sekali bisa bertukar cerita, sekaligus menanyakan kepada mereka jalur terbaik menuju Tana Toraja, dan mereka menyarankan saya untuk lewat jalur Pirang-Enrekang-Tana Toraja.

Memasuki kota Pare-Pare hujan mulai turun, saya tepikan motor sekalian istirahat sambil menunggu hujan reda. Minum kopi dan makan mi instan di sebuah minimarket, sekalian membeli jas hujan. Setelah hujan reda saya teruskan perjalanan, saya berhenti sejenak di kota Pare Pare tepat di depan monumen Cinta Sejati Habibie Ainun, selfie dan berfoto foto sejenak disini . Melanjutkan perjalanan melalui Pinrang menyusuri jalan yang agak kecil dan sampailah di kota Enrekang, saya berhenti sejenak disini untuk mengecek oli gearbox, aman. Setelah melewati Enrekang tibalah saya di daerah pegunungan, disini ada gunung yang orang sering menyebutnya Gunung Nona, bentuknya mirip,  maaf alat kelamin wanita . Saya berhenti sejanak disini di sebuah warung makan. Hmmm menikmati sup kepala ikan, dinginnya hawa pegunungan sambil menikmati pemandangan alam sungguh nikmat. Pemandangan sepanjang jalan setelah gunung Nona menuju Tana Toraja sangatlah memanjakan mata, perbukitan yang hijau disertai lembah dan bebatuan yang menjulang tinggi sangatlah indah sampai2 tak sadar bensin sy menipis, jadi sy beli bensin eceran disini.

Pukul 17:00 sampailah saya di pintu gerbang memasuki Tana Toraja, disini saya berhenti untuk mengambil foto. Tanpa sengaja saat yang bersamaan ada serombongan wisatawan yang berhenti pula disini, merekapun sangat senang menggunakan motor saya sebagai obyek property foto-foto mereka, senang deh bisa bikin orang lain senang juga.

Saya memasuki ibukota kabupaten Tana Toraja yakni Makale 30 menit kemduaian. Di pusat kabupaten ini terdapat kolam besar yang di tengah-tengahnya terdapat patung Lakipadada, seorang bangsawan dari Tana Toraja yang dipercaya sebagai mitos lahirnya beberapa kerajaan besar di Sulawesi. Selesai menikmati senja di Makale, perjalanan dilanjutkan ke Kete Kesu, disinilah saya menginap di rumah seorang teman ( Endy Ell) yang masih termasuk kerabat dekat keluarga besar pemilik Kete Kesu. Sangat kebetulan sekali malam itu sedang diadakan Toraja International Festival di Kete Kesu. Jadilah malam itu saya menikmati sajian tarian tradisional Tana Toraja sambil meneguk kopi khas Toraja, hmmm lelah yang terbayarkan. (Bersambung)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here